Diposting oleh Ali Kopyor



Sebelum membaca cerita dibawah ini, mohon dimaklumi bila seakan ada dua tokoh yang berbicara. Sebenarnya tidak begitu. Ali kopyor bercerita kemudian saya tulis untuk kalian. Siapa ”saya?” nggak penting lah. Nggak perlu di jawab. Yang pasti saya adalah penulis yang menuliskan cerita yang dituturkan langsung oleh tokoh kita ”Ali Koyor alias Menyot” (bacanya pakai echo lebih afdol). Nb. Kalau ada kata ”aku” itu maksudnya Ali Kopyor ya.......

Begini ceritanya........
Senin malam mungkin bukan malam yang tepat untuk ngapeli cewek. Tapi namanya ngapel perdana, tak harus pas malam minggu, kan? Setelah perjuangan yang melelahkan, setelah selama dua abad menjomblo, akhirnya aku punya pacar juga. Jadi bisa bayangin betapa bahagianya aku, seperti keajaiban aja. Orang setampan aku (anggaplah dia tampan. Kasihan karena tokoh kita ini belum pernah ada yang mengakui tampan selain emaknya sendiri) akhirnya mempunyai belahan jiwa secantik Rinrin (yang ini juga begitu. Anggap saja Rinrin cantik. Bisa bayangin kan cewek yang gimana yang mau menerima Ali Kopyor yang serba minus?).
Udara dingin tak menghalangiku untuk berjumpa sang bidadari (jangan protes!!!, orang yang sedang jatuh cinta memang suka rabun. Kambing pakai bikini aja dibilang seksi). Mungkin karena agak gerimis, udara menjadi sedikit lembab, tapi jangankan gerimis, hujan badai pasti aku jalani demi apel pertamaku (penulis baru sadar bahwa ada 4 koma dalam kalimat ini). Aku tak mau terlambat atau gagal di kencan pertamaku ini. Apalagi aku sudah mempersiapkan mati-matian dari siang (yang benar dari sejak subuh). Mengapa penulis suka nyeletuk sih? Suka-suka aku dong mau bilang sejak siang atau sejak subuh. Subuh-subuh aku memang sudah bangun tapi bukan untuk mempersiapkan kencan ini. (koreksi lagi ya. Bukan bangun subuh, tapi memang tidak bisa tidur dari malam karena memikirkan kencan ini, iya kan?). Iya sih. Tapi kalau masih nyeletuk juga, aku berhenti bercerita dan aku pastikan kamu tidak punya bahan untuk menulis lagi. Cita cita kamu jadi penulis akan kandas disini, mau? (Ampun... ampun. Lanjutin deh!!!). Kemarin malam aku memang tidak bisa tidur (benerkan?). Aku terbayang wajah Rinrin ku sayang, dan aku memikirkan kencan hari ini. Ini adalah kencan pertama dalam hidupku meskipun bukan yang pertama dekat cewek. Menjelang subuh aku tertidur juga, tapi karena ulah ayam tetangga yang tak pernah disekolahkan itu, aku jadi terbangun. Bayangkan saja, baru dua menit aku tertidur, ayam sialan itu sudah berkokok. Kalau ayam itu sekedar berkokok, mungkin aku tak akan terbangun. Tapi kokoknya itu benar-benar fals, nadanya tak karuan. Aku pikir semua tetangga akan terbangun mendengar kokok ayam paling fals seluruh dunia itu. Aku jadi ingin membuka sekolah vocal khusus ayam. Aku akan ajari cara berkokok yang baik dan benar. Cara berkokok dengan nafas perut, atau nafas hidung, atau dengan nafas buatan. Bayangin saja berapa keuntunganku. Hitung saja berapa banyak ayam dalam satu kota, bila semperempatnya masuk sekolah ditempatku, mungkin aku perlu membuka sepuluh kelas secara bersamaaan. Aku akan memisahkan ayam ras, ayam petelur, ayam kampung dan ayam kampus di masing masing kelas. Karena dengan demikian aku bisa memisakan mereka berdasarkan kualitas suara. Sebagai kelas unggulan adalah kelas ayam kampung karena mereka sudah terlatih berkokok dari mulai kecil. Ayam kampung yang tinggal dikampung biasanya lebih nyaring ketimbang ayam kampung yang tinggal di kota. Tapi ayam kampung yang tinggal di kota biasanya lebih merdu ketimbang ayam kampung yang tinggal di kampung, mengingat di kota sudah banyak di buka kursus vocal.
Itu cukup tentang sekolah vocal khusus ayam. Aku akan membukannya setelah tahu pangsa pasar sebenarmya. Kembali saat bangun subuh akibat kokok ayam terfals seluruh dunia, aku memutuskan untuk tidak kembali tidur. Bagaimana bisa aku tidur kembali bila ayam itu benar-benar tak tahu adat. Ia berkokok tak henti-hentinya, mungkin dia pakai baterai alkalin produk jepang. (itu masih masalah ayam oe!!!)
Bete, perut keroncongan, bising oleh kokok ayam dan tak ada hal yang bisa dilakukan. Dan untuk itu aku bertekat untuk menghilangkan semua keluhan dalam satu tindakan. Aku pinjam senapan angin dari Joko, teman satu kosku. Aku tembak ayam tetangga yang gila-gilaan berkokok itu. Aku nyalakan pemanggangan ayam, dan kupanggang itu ayam bersama Joko. (Jokonya dipanggang? Bahasa yang betul adalah: ”Dan bersama Joko, kupanggang itu ayam). Akhirnya bete-ku ilang, perut kenyang dan dijamin bising akibat ayam sarap sirna sudah. Ayam itu hanya mampu berkokok di perut kami. Mengapa aku yakin begitu? Karena ketika aku kentut, bunyi yang di keluarkan seperti kokok ayam, bedanya hanya di baunya saja.
Aku dan Joko menghabiskan semua hasil panggangan kami tanpa tersisa. Saat suapan terakhir, Joko bertanya darimana aku dapat ayam pagi buta begini. Aku jelaskan semuanya dengan jujur. Joko terkejut setengah mati. Ia tercekik oleh tulang ayam bagian paha bawah. Aku pukul punggungnya hingga tulang itu keluar dan mental dari mulutnya. Mula-mula ia medelik alias melotot namun lama kelamaan ia menangis tersedu sedu. Setelah tangisnya sedikit reda barulah ia  bercerita. Begini katanya ”Itu ayam memang milik tetangga. Dia adalah satu-satunya weker hidup yang aku punya setelah jam wekerku rusak karena emang udah uzur. (sedikit informasi. Weker itu peninggalan dari kakek dari kakeknya. Bayangin saja, berapa umur weker itu kalau kakek Joko saja sudah meninggal lima tahun yang lalu). Ini penulis rese amat ya? Suka nyela banget. Ini kan kalimatku, bukan kalimatnya Menyot. Ya sudah aku lanjutkan lagi. (nah sorry nih. Kalau yang ini penting: Joko meneruskan kalimatnya masih dengan sesenggukan). Ka-la-u yangg i-tu bo-leh (itu bukti masih sesenggukan). Bisa diam, nggak? Diganggu mulu. (ok lan-jut-in aj-aa hik hik *giliran penulis yang nagis). Setiap pagi dia berkokok pas jam 5. Tepat. Nggak kurang nggak lebih. Tapi masalahnya kokoknya datar dan tak begitu nyaring, sehingga tak sanggup membangunkan tidurku. Oleh sebab itu aku bertekat melatihnya hingga kokoknya menjadi fals dan nyaring sehingga aku bisa terbangun setiap jam 5. (mana sesenggukannya?) biar aja, kalimatku juga sudah mau habis. Dan sekarang aku memakan dagingnya, bagaimana besok pagi aku bisa terbangun jam 5? Tuh kalimatku sudah habis”.
Tapi apa yang bisa perbuat, nasih sudah menjadi bubur. (salah lagi. Ayam hidup sudah menjadi ayam bakar). Aku hanya bisa melanjutkan suapan terakhirku. Ma’afkan daku sobat. (kamu memang raja tega. Kasihan kan si Joko. Besok mungkin dia akan bangun jam 12, padahal kuliah masuk jam 8. Kalau akhirnya dia menjadi mahasiswa abadi, itu salahmu). Busyet penulis nih!!!! Dimana-mana penulis nggak ada rese. Aku sumpahin kamu jadi kambing (Jangan dong. Kambing jantan itu sudah milik Raditya Dika). Aku tidak mau disalahkan karena itu memang bukan salahku. Yang pertama aku sudah minta ma’af, yang kedua Joko sudah menjadi mahasiswa abadi. (*saatnya penulis yang minta ma’af karena udah salah tuduh. Mohon ma’af lahir dan batin. Taqoballu minna wa minkum, taqoballahu ya karrim). Ampun deh, kenapa penulisnya jadi ikutan sableng.
Terbukti kan bahwa aku tidak ada yang kulakukan di pagi hari untuk mempersiapkan kencan malam ini. Mengingat aku tidak ada kuliah, maka aku mempersiapkan segala sesuatu untuk date pertamaku jam 8 tepat. Langkah pertama aku mencari baju yang cocok untuk kupakai ngapel. Dan itu tidak membutuhkan waktu yang lama (ya iya lah. Bajunya cuma ada tiga lembar, ngapain lama-lama memilih hanya 3 pilihan ini?). Setelah aku yakin dengan satu pilihan, aku setrika baju itu. Aku tidak ijinkan ada satu kerutan atau kusut yang ada dibajuku. (Kenyataannya, tidak ada sejengkalpun yang kusut. Bayangin saja, satu baju disetrika selama 1 jam, 12 menit, 3 detik. Gimana nggak licin?)

Teman-teman, Bagaimana kisahku saat ngapel pertama bersama Rinrin? Tunggu kisah berikutnya (bag. 2) masih di www.AliKopyor.blogspot.com. Supaya kamu tahu cerita terbaru dari Menyot alias Ali Kopyor, silahkan follow di twitter @AliKopyor dan atau www.facebook/AliKopyor. (Kami tak memberi garansi atas celana kolor kamu bila kamu ngakak sampai terkencing-kencing)