Diposting oleh Ali Kopyor

Setelah aku naik angkutan umum, akhirnya aku sampai di kampus. Lele sialan itu telah meninggalkan rasa sakit di tempat paling ”keramat”. Aku jalan seperti bocah yang baru di sunat (mungkin juga lele itu benar-benar telah melakukannya). Benar juga beberapa orang menanyaiku tentang kemungkinan itu. Ketika aku mengiyakan, muka mereka seperti orang berhasil memasukkan benang pada jarum (sungguh perumpamaan yang nggak nyambung).
Kelas telah penuh dengan mahasiswa dan sebuah eh seorang dosen sedang serius mengajar mata kuliah ilmu filsafat. Mata kuliah yang menurutku perlu dibumi hanguskan karena selain jauh dari praktek, aku juga nggak pernah mengerti dengan mata kuliah yang satu ini. Apalagi dosennya super duper galak, sadis bin raja tega. Mahasiswa yang meremehkan mata kuliahnya dapat dipastikan mendapa nilai seragam. Yaitu ”D” plus. ”D” plus itu singkatan dari ”dong-dong”  plus bego. Aku sudah mengulang mata kuliah ini dua kali. Kalau sampai tiga kali, mungkin aku akan mendapatkan bonus gelas cantik atau payung. Dan sekarang aku terlambat mengikuti mata kuliahnya. Apa yang bisa aku perbuat???
Tiba-tiba aku mendapat ide. Aku akan bikin Pak dosen Wali keluar (ia bukan seorang dosen wali. Namanya memang Wali, sumpah), baru aku masuk ke dalam kelas. Ide yang cemerlang. Pertanyaannya: bagaimana caranya membuat pak Wali keluar dari kelas? Benar-benar pertanyaan yang tak muda untuk dijawab. Berfikir aku hingga seperti orang bego (klarifikasi: dari awal tulisan ini dibuat, yang namanya menyot memang sudah bego dari lahir). Satu-satunya cara adalah membuat dosen itu ketakutan sehingga meninggalkan kelas. Hal yang membuat ia ketakutan hanya 3 hal: ular, tusuk gigi, dan banci. Ketiga sangat sulit didapat di kampus. Seandainya aku pawang ular, akan ku panggil semua ular yang sedang sembunyi di semak-semak taman kampus. ”Sapi’i!!!!” teriakku, aku teringat teman yang di fakultas ilmu kebatinan dan paranormal . ia seorang pawang. Bergegas aku berlari menuju kelas Sapi’i. Ia masih ada kelas namun aku berhasil menculiknya. Aku langsung mengutarakan maksudku dan iapun langsung mengerti. ”Aku mau bantu kamu. Masalahnya aku bukan pawang ular. Aku pawang hujan” katanya sembari melipat-lipat wajah karena geramnya. Hilang sudah 1 harapanku untuk membuat pak Wali keluar dari kelas. Harapan kedua adalah tusuk gigi. Tak mungkin aku mencari ke kantin kampus. Boro-boro tusuk gigi, tisu saja tak ada ada. Ibu kanti tak menggunakan tisu melainkan kain lap yang menyerupai kain pel yang di gantung di tengah-tengah ruangan. Itupun cuma satu-satunya. Setelah melihat ranting pohon jambu, ide lainpun tiba-tiba muncul begitu saja. Mengapa tidak membuat tusuk gigi dari ranting pohon jambu? Ide yang cemerlang. Aku tahu tak ada pisau untuk membuat tusuk gigi dan aku bukan orang bodoh. Tak ada pisau, gigipun jadi. Beberapa orang yang melihatku, berfikir bahwa aku sedang bermain kuda lumping dan kesurupan sehingga memakan ranting pohon jambu. Aku tak perduli. Demi bisa masuk dalam kelas tanpa ketahuan dosen, apapaun aku akan lakukan. Setelah beberapa saat setelah perjuanganku selesai, akupun melihat hasil kerja gigiku. Aku tak melihat ada tusuk gigi disana. Ranting itu menjadi lebih mirip seperti pensil ketimbang tusuk gigi. Tak ada tusuk gigi sebesar pensil. Kecuali daging yang nyangkut digigi kuda nil, akan memerlukan tusuk gigi sebesar ini. Gagal lagi harapan ku yang kedua. Tingallah satu harapan lagi, mencari bencong alias banci. Ide cemerlang kembali muncul. Aku kasih tahu nanti apa itu idenya. Cukup aku dengan tuhan saja yang tahu. Untuk melaksanakan ide itu aku berlari menuju bangunan yang ada tak jauh dari kawasan kelas fakultas kesenian dan astrologi (hubungannya apa coba? Kesenian dengan bintang-bintang? Bintang kesenian? Sudahlah, nggak penting dibahas). Disitu ada basecamp untuk anak-anak teater. Aku cari temanku yang bernama ucok. Ia adalah manusia yang paling terobsesi untuk menjadi bintang film. Peran apapun akan ia lakukan asalkan ia diajak berakting. Selama ini ia telah sukses memerankan marmut, wastafel bahkan pispot. Ketika bertemu, aku utarakan maksudku agar dia berakting sebagai banci. Betapa senangnya ia mendapat peran itu mengingat telah lama tak mendapatkan job. Ia berlutut mencium kakiku, saking bersyukurnya. Setelah melakukan make up seadanya, kamipun berjalan menuju kelasku. Ucok lebih mirip orang gila daripada banci, tapi perduli setan dengan hal itu. Yang penting misiku berhasil. Titik.
Dengan pakaian banci pinggiran, Ucok berjalan sendiri melenggang menuju kelasku. Ia mengaku sebagai Uci, pertukaran mahasiswa dari Medan. Seperti dugaan, pak Wali mendengarkan perkenalan itu dengan tegang dan kaku. Ucok ternyata melakukan tugasnya dengan baik. Tak lama kemudian pak Wali pergi meninggalkan kelas dengan alasan akan menanyakan apakah benar ada pertukaran mahasiswa. Namun anehnya kepergian pak Wali meninggalkan genangan di tempat duduknya. Rupanya ia terkencing saking takutnya.
Kepergian pak Wali diikuti dengan kepergian Ucok alias Uci. Untuk pertama kali dalam sejarah, teman-teman mengucapkan terima kasih padaku. Paling tidak mereka bisa mengurangi ketegangan sejenak. Karena biasanya para mahasiswa akan mengalami ejakulasi dini bila berada dalam ketengangan kelas pak Wali. Namun uforia itu tidak lama berlangsung. Pak Wali datang bersungut-sungut mengetahui kalau tidak ada pertukaran mahasiswa. Ia melanjutkan kuliah, dan kelaspun kembali tegang. Aku sudah berhasil berada dalam kelas tanpa diketahui bahwa aku telah terlambat. Betapa senang hatiku bisa ngerjain dosen paling killer sejagat raya. Namun tiba-tiba perutku terasa tak nyaman. Mungkin kelamaan berendam di empang jadi aku masuk angin. Mataku mulai berair, perutku mengejang, gigi gemertak, tangan mengepal erat-erat. Aku sudah tak tahan, rasanya aku ingin KENTUT.
Tapi bunuh diri namanya bila sampai kentut di kelas pak Wali. Jangankan suara kentut, semua mahasiswa menahan nafasnya agar tidak terdengar oleh dosen ”pembunuh” itu. Suasana kelas benar-benar hening, kecuali suara pak Wali yang menggelegar. Manik hitam mataku telah berubah menjadi putih, air liur sudah tak terkendali mengalir dari bibir, aku sudah tak tahan ingin kentut. Dalam kekalutan, tiba-tiba ada lampu menyala diatas kepalaku (nb: sebuah solusi maksudnya). Bila ada suara lain membaking suara kentut, mungkin suara kentut itu justeru tak terdengar seperti suara kentut. Prefect!!!!. Segera aku eksekusi ide tersebut. Aku coba mendorong kursi kosong yang ada didepanku, dan ternyata menghasilkan suara seratan yang cukup keras. Pak Wali melirik, namun karena hal itu masih dianggap kejadian yang wajar, maka iapun mengacuhkannya. Suara kursi yang diseret dan kentut akan menghasilkan suara yang merdu ketimbang hanya suara kentut. Aku akan kentut bersamaan aku menyeret kursi sehingga suara akan terdengar bersamaan. Begitu idenya.
Aku seret kursi sedikit kuat agar suaranya lebih nyaring dari sebelumnya. Benar juga, suara seretan kursi terdengar nyaring. Tapi mana kentutku? Mengapa belum terdengar juga. Aku paksakan agar kentut dapat keluar ”tutt tuttt tutttttt pret” akhirnya terdengar juga itu suara kentut. Masalahnya suara kentut terdengar setelah suara seretan kursi. Jadi tetap saja suara kentut itu terdengar seantero kelas. Semua mahasiswa plus dosen menatapku dengan penuh kengerian. Mereka seakan-akan akan mencincangku hidup-hidup. Ada yang bawa parang, golok, badik, clurit, mandau, panci, wajan, sepatu bola, bendera dan lain-lain. Mereka siap-siap memakanku setelah dicincang. ”Kentut?????” teriak pak Wali ”Kentut......” ulangnya yang seakan telah mencabut nyawaku. Mukannya yang memang seperti malaikat pencabut nyawa menghadapku. Matanya yang merah melotot tinggal menunggu jatuhnya saja. Sementara aku sudah kencing di celana saking takutnya. Tanganku gemetar setengah mati, bahkan pulpen yang aku pegang terlempar entah kemana. Sekarang aku menjadi sekecil kacang hijau dan pak wali menjadi sebesar raksasa. Lidahnya menjulur dengan air liur yang menetes kemana mana. ”kentut juga ada filosofinya” tambahnya renyah. Kamipun kembali keukuran semula. ”Sifat manusia bisa dilihat dari cara kentutnya” Pak Wali lebih mendekat ke kursiku yang mulai basah oleh kencingku sendiri. ”Orang seperti Kopyor itu munafik, karena sebenarnya ia ingin kentut tapi ia tidak mau mengakuinya, makanya bunyi kentutnya selalu akan disembunyikan” jelasnya yang cukup membuatku shock karena bagaimana dia bisa tahu akan maksudku itu. Aku masih tak berani berkomentar. Pak Wali tak marah karena aku kentut sembarangan saja aku sudah syukur. Aku berjanji memberikan sesaji pada pohon beringin yang berada di perempatan jalan dekat kos. Kemudian Pak Wali membagikan secarik kertas berisi materi kuliah, yang membuat kami shock yang berisi tentang filosofi kentut. Begini isi lengkapnya

Sifat Manusia dilihat dari cara kentutnya
Selain melalui horoscope, sifat manusia juga dapat dilihat dari cara kentutnya. Adapun sifat-sifat yang dimaksud adalah.
Pemalas             : Orang yang tidak mau kentut dikarena malas. Ciri-cirinya yaitu sering menunda kentut sampai benar-benar tidak dapat menahannya.
Rajin                 : Orang yang ingin kentut namun, karena sifatnya yang rajin maka ia  memaksakan agar sering-sering kentut.
Pemalu               :  Setiap kentut, mukanya merah menahan malu.
Bijaksana            :   Ia tahu kapan waktunya kentut, dan kan waktunya untuk menyimpannya.
Pendendam        :  Bila ada orang yang kentut, maka ia akan segera membalas dengan kentut juga.
Egois                :  Orang ini tak bisa melihat atau mendengar orang lain kentut. Bila ada yang kentut dengan suara nyaring maka ia akan mengeluarkan kentutnya dengan suara yang lebih nyaring. Bila orang lain kentut dengan bau yang busuk, maka ia akan berusaha mengeluarkan kentutnya dengan bau yang lebih busuk.
Periang             :   Setiap kentut ia pasti tersenyum, baik ketika sendirian maupun lagi dalam pesta sunatan.
Perfesionis        :  Ia akan berusaha menyeimbangkan bunyi kentutnya dengan nada-nada pada alat musik tertentu, seperti gitar, piano, atau drum.
Kekanakan            :   Suka main-main dengan kentut
Jujur                    :   Setiap kentut, ia mengaku bahwa ia yang sedang kentut
Pengadu Domba    : Ketika ia kentut, ia akan membisiki pada seorang teman bahwa teman yang lain yang kentut. Hal itu kuja dibisikkan pada teman yang difitnah tersebut.
Hemat                 :   Sebisa mungkin ia menghemat kentut dalam sehari
Pembersih           :   Setiap kentut, orang tersebut akan mencuci tangannya
Pemarah             :   Setiap ada orang yang kentut, maka orang ini akan marah-marah. Hal yang sama juga terjadi saat ia sendiri yang kentut.
Sok Tahu            :   Bila ada orang lain kentut maka ia akan berkomentar ”Oh, ini pasti kentut si anu”
Pemberani          : Tetap kentut walaupun sedang berada di kuburan paling angker sekalipun.
Suka panik          :   Bila ada sesuatu yang membuatnya panik, maka ia akan kentut.
Penghitung        :   Ia akan menghitung setiap kentutnya setiap harinya, kemudia ia mencatatnya dalam suatu jurnal
Analis                :   Masih berhubungan dengan sifat diatas, namun ia akan membuat analisa dari kentutnya dalam periode tertentu.
Pema’af             :   Bila ia kentut maka ia akan minta ma’af pada orang sekitarnya.
Tugas untuk mahasiswa: Cari 100 sifat lagi dan bagaimana cara kentutnya?

Setelah membaca tugas tersebut, satu persatu mahasiswa jatuh pingsan. Namun dasar dosen killer, ia tak kuatir dengan hal itu, ia hanya kentut dan kemudian tersenyum sadis.